Orang Jawa yang Tidak Bisa Bahasa Jawa

Kalau kemarin membahas tentang masalah nama-nama Jawa yang mulai punah, kali ini saya akan menulis tentang Bahasa Jawa yang juga mulai jarang ada orang Jawa yang bisa menguasai secara sempurna termasuk saya. Bahasa Jawa mulai terpinggirkan, entah karena apa, kalaupun ada yang menggunakan kadang kaidahnya sudah tidak tepat lagi.

Memeriksa rapor sekolah anak saya, nilai bahasa Jawanya cukup mencengangkan karena jauh dari harapan. Ketika saya tanya kenapa bisa, dia bilang bahasa Jawa itu sulit sekali. Saya lihat nilai rata-rata kelasnya juga sangat minim, menunjukkan bahwa seisi kelas nilainya hanya sekedar cukup saja. Koq bisa ya, ibaratnya di rumah sendiri malah tidak bisa menggunakan barangnya sendiri. Aneh juga ya. Begitu juga anakku yang nomor satu dan dua setali tiga uang. Bahasa Jawanya belepotan alias kacau balau.

Sebetulnya ada usaha dari saya untuk memperkenalkan bahasa jawa seutuhnya pada anak-anak. Anak saya yang pertama Zidni, ketika kecil saya berusaha berdialog dengan bahasa jawa yang kasar maupun halus. Pelan namun pasti Zidni mampu menguasai Bahasa Jawa untuk dialog sehari-hari, bahkan bahasa Kromo Inggil terhadap orang tua juga sudah mulai sedikit menguasai. Tapi semua hilang dengan sendirinya ketika ia masuk TK, karena bahasa pengantar di sekolah menggunakan Bahasa Indonesia. Maklum saja tenaga pengajar di TK tidak semuanya berlatar belakang suku Jawa. Akhirnya Zidni menjadi lebih fasih berbahasa Indonesia daripada berbahasa Jawa. Begitu juga dengan anak saya yang lain, karena faktor ini menjadi ikut tidak fasih Bahasa Jawa. Ketika Zidni memasuki jenjang Sekolah Dasar, Bahasa Jawa sempat dihapus dari mata pelajaran sekolah, dan mulai wajib diajarkan lagi ketika Zidni kelas 3. Hal ini tentunya menjadi biang bahasa Jawa menjadi semakin terpuruk.

Seperti yang dikatakan Hasan, bahasa Jawa itu sulit, memang demikian adanya, bahkan orang Jawapun belum tentu bisa menguasai secara sempurna. Bahasa Jawa itu punya ragam kekayaan kata yang tentunya sulit untuk dihapalkan. Kalau Bahasa Indonesia itu begitu simpel, beda dengan bahasa Jawa. Saya contohkan kata di bawah ini :



POHON KELAPA

Kelapa dalam bahasa Jawa namanya Krambil

Kelapa muda dalam bahasa Jawa namanya Degan

Bunga Kelapa dalam bahasa Jawa namanya Manggar

Biji Kelapa dalam bahasa Jawa namanya Bluluk

Daun kelapa dalam bahasa Jawa namanya Blarak

Daun Kelapa muda dalam bahasa Jawa namanya Janur

Kayu Kelapa dalam bahasa Jawa namanya Glugu



Lihat… itu cuma dari satu pohon kelapa, padahal banyak sekali pohon di dunia ini. Pohon mangga juga punya nama dari bunganya, bijinya, buah mudanya, begitu juga dengan pohon-pohon yang lain. Meskipun terkesan sulit dihapalkan tapi di sinilah istimewanya bahasa Jawa. Dengan menyebut satu kata saja langsung menyasar ke tujuan. Contohnya gini ” Mas… tulung tukokno degan” artinya “Mas… tolong belikan degan“. Kalau itu kita ganti dengan bahasa Indonesia semua pasti jadi begini ” Mas… tolong belikan kelapa”…. trus kita jadi nanya “kelapa tua apa muda?”… perintah jadi kurang jelas kan. Beda kalau “Mas… tolong belikan degan”… pasti tidak usah bertanya kita akan tahu bahwa yang diinginkan adalah kelapa muda.

Ragam kekayaan bahasa Jawa yang lain adalah adanya banyak kata dalam satu arti. Kadang ada beberapa kata berbeda tapi bila ditelusuri akan menuju pada satu arti. Ini dikarenakan bahasa jawa mempunya strata atau kasta, dimana setiap kasta mempunyai kata-kata sendiri. Orang Jawa belum tentu bisa menempatkan kata yang pas untuk dirinya sendiri atau orang lain, hal inilah kadang yang membuat orang tidak pede memakai bahasa Jawa. Takut keliru katanya, karena kalau keliru bisa menjadi bully. Kadang orang jawa itu usil, suka mengajarkan kosakata yang tidak pas sebagai jebakan batman, diajarkan kepada orang bukan Jawa yang pingin belajar Bahasa Jawa, ketika kosakata itu digunakan akan menjadikan peristiwa yang memalukan namun tidak disadari.

Contoh ragam bahasanya :



Makan dalam bahasa jawa : Maem, mangan, nedha, nedhi, dhahar

Minum dalam bahasa Jawa : Mimik, ngombe, ngunjuk

Mandi : adus, siram

Tidur : turu, sare

Kepala : endhas, sirah, mustaka

Mata : mripat, paningal, soca

Kamu : kowe, sampeyan, panjenengan, sliramu



Bahasa Jawa juga mengenal kasta. Apabila kita berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa Jawa kita harus mengenal kasta ini, karena sopan santun kita diukur dari penggunaan bahasa Jawa ini. Orang yang tidak bisa menempatkan diri dalam berbahasa Jawa bisa dikatakan orang yang tidak punya unggah ungguh atau sopan santun.


Kalau menurut unggah ungguhe, boso jowo iku dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

  1. Boso Ngoko.
    Yaitu boso sing wis biasa dipakai sehari hari untuk berbicara kepada teman dan sebagainya.
    Boso Ngoko dibagi lagi menjadi 2 yaitu:
    a. Ngoko Lugu.
    b. Ngoko Andhap.
  2. Boso Madya.
    Dibagi menjadi 3 macam yaitu.
    a. Madya ngoko.
    b. Madyantara.
    c. Madya krama.
  3. Boso Krama.
    a. Dibagi menjadi 6 macam yaitu:
    b. Krama Lugu.
    c. Mudha Krama.
    d. Wredha krama.
    e. Krama inggil.
    f. Krama desa.
    g. Basa Kedathon.

Haduh… banyak juga ya ragam bahasa Jawa, saya saja yang sudah hidup lama sebagai orang Jawa belum bisa menguasai semua jenis bahasa Jawa di atas. Tapi pada prakteknya tidak semua bahasa Jawa di atas dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena ya itu tadi , tidak semua orang jawa bisa menguasai bahasa Jawa secara sempurna.
Tapi, secara umum bahasa Jawa hanya dibagi menjadi 3 saja yaitu :

  1. Bahasa Jawa Ngoko.
  2. Bahasa Jawa Krama.
  3. Bahasa Jawa Krama Inggil.

Ketiga bahasa tersebut harus dipelajari secara bersamaan karena semua akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sadar tidak sadar dalam keseharian merupakan waktu yang cocok untuk belajar bahasa Jawa secara menyeluruh. Bagaimana berbicara dengan teman sekolah, guru, orang tua, bawahan, atau atasan itu semua menggunakan bahasa Jawa yang berbeda-beda.

Bahasa Jawa Ngoko.

Bahasa Jawa kasar, kadang orang Jawa mengatakan demikian. Bahasa Jawa Ngoko seringkali diperkenalkan pertama kali pada orang Jawa, terutama anak-anak. Namun sebetulnya anak tidak boleh hanya diperkenalkan dengan Bahasa Jawa Ngoko saja, karena ketika ia berbicara dengan orang tua secara sopan santun ia harus menggunakan bahasa Jawa Krama atau Krama Inggil. Bahasa Jawa Ngoko digunakan anak dengan anak, pertemanan (yang sudah karib), orang yang lebih tua kepada yang lebih muda, guru terhadap muridnya, namun tidak sebaliknya. 

Bahasa Jawa Krama.

Bahasa Jawa yang lebih halus, bila menguasai bahasa ini ketika digunakan sesuai porsinya akan memberikan kesan sopan santun yang sangat menyenangkan. Bila kita berbicara dengan orang lain, dan orang lain itu menggunakan bahasa krama, rasanya senang sekali, karena kita jadi terasa terhormat di depan mereka. Bahasa Jawa Krama bisa digunakan oleh murid kepada guru, orang muda kepada orang yang lebih tua, anak kepada orang tua, pegawai kepada pimpinannya, orang tua kepada orang muda yang pangkatnya lebih tinggi, orang yang belum dikenal tanpa memandang statusnya.

Bahasa Krama Inggil.

Ini merupakan bahasa tingkat paling tinggi di Bahasa Jawa. Unggah-ungguh yang sangat disegani oleh orang jawa. Siapa saja yang berbicara dengan bahasa krama inggil ini, tiada kata kasar sama sekali meskipun dalam keadaan marah. Beda tipis sama Bahasa Jawa Krama, tapi lebih diperhalus lagi. Saya sendiri tidak bisa membedakan keduanya, maka tak heran ketika saya berbicara memakai bahasa Krama Inggil ini malah ditertawakan orang yang saya ajak bicara karena salah dalam menempatkan bahasa yang saya gunakan. Penggunaan bahasa Jawa Krama Inggil sama dengan bahasa Jawa Krama. Bahasa Krama Inggil biasa disebut juga dengan Kromo Alus (Krama Halus).

Karena sulitnya mempelajari Bahasa Jawa ini menjadikan anak-anak era sekarang sudah tidak mengindahkan kaidah bahasa Jawa ini. Saya sering melihat anak-anak SD berbicara Ngoko dengan orang tua. Kadang orang tua malah menganjurkan anak agar memakai bahasa Indonesia saja karena daripada malu dikira tidak mengajarkan sopan santun anak terhadap orang tua. Iya… Bahasa Jawa bisa saja punah bila tidak ada yang merasa memiliki dan punya kewajiban mengajarkan pada orang lain terutama orang Jawa sendiri. Semua itu menjadi kewajiban kita semua yang merasa orang Jawa, agar bahasa Jawa yang mengandung nilai sopan santun bisa lestari.

Semoga bermanfaat.

23 respons untuk ‘Orang Jawa yang Tidak Bisa Bahasa Jawa

  1. Adhikarta berkata:

    Aku dari kecil udah diajarkan bahasa jawa ngoko dan kromo tapi untuk inggil kurang.
    Sekarang ini aku hidup di Jakarta, tapi kalau bicara sama orang tua ya pakai bahasa jawa.
    Sepertinya bahasa Jawa harus masuk kurikulum wajib di sekolah² di Jawa, supaya bahasa daerah tetap lestari. Kemudian soal aksara jawa, ini juga harus dilestarikan. Sekarang atay Beberapa tahun kedepan pasti bakal bermanfaat… 😀

    Suka

    • Dulu sempat dihapus dari muatan lokal di sekolah, tapi sekarang sudah diberlakukan lagi, sayangnya gurunya dalam mengajar bahasa jawa masih menggunakan bahasa indonesia

      Suka

  2. shiq4 berkata:

    Iya sekarang bahasa jawa sudah hampir punah. Mungkin 20 tahun lagi sudah langka yg bisa berbahasa jawa. Orang-orang lebih tertarik belajar bahasa jepang atau bahasa inggris. Nasibnya bahasa jawa memang tragis.

    Suka

  3. Frany Fatmaningrum berkata:

    Tunjuk diri saya sendiri nih. Anak orang Jawa, yang mengerti bahasa Jawa tapi susah ngomong jawa. Duluu, saya menyalahkan orang tua, kalau mau anaknya bisa bhs Jawa kenapa kita tinggal di Jakarta. Yang di kemudian hari saya pahami bahwa orang tua saya mencari nafkah di Jakarta. Haha.

    Suka

  4. Nur Irawan berkata:

    aku juga orang jawa asli dan hidup bertahun-tahun di jawa.. masih kagak bisa pake bahasa jawa yang baik dan santun
    aku justru ngikutin jawa suroboyoan bercampur jawa ngalam, jadi agak sedikit kasar, bukan sekasar bahasa suroboyoannya

    Suka

  5. Nur S Ahmadi berkata:

    Setelah puluhan tahun tinggal di luar jawa lidah saya sering keseleo, saat berbicara dengan menggunakan bahasa jawa, sering bercampur bahasa Indonesia. Akhirnya untuk menghindarinya saya jarang berbahasa jawa
    Yang lebih memprihatinkan anak-anak saya tidak mau berbicara menggunakan bahasa jawa, meskipun SMA dan Kuliah di Jawa, tetapi lingkungan pendidikannya juga lebih seringmenggunakan bahasa Indonesia, maka anak-anak tidak terbiasa berbhasa Jawa, meskipun mengerti kalau ada orang berbicara bahasa jawa.
    Entahlah…mungkin saja benar lama-lama bahasa Jawa akan punah juga seiring dengan hilangnya nama-nama Jawa.

    Suka

  6. azizatoen berkata:

    Aku sebagai orang Jawa sering merasa gagal pas ditanya sama teman yang bukan Jawa ini kromo inggilnya apa, itu artinya apa, aku nggak bisa jawab. Tapi memang benar sih kak Nur, nggak semua sekolah ada mapel Bahasa Jawa, selama SMP aku juga nggak belajar Bahasa Jawa sama sekali, alhasil, sampai sekarang buta aksara jawa 😢

    Suka

  7. Selama bahasa Jawa menjadi ilmu pengetahuan dan bukan kebiasaan memang rada sulit ya Kang Nur untuk anak-anak terampil berbahasa Jawa. Untuk baca tulis aksara Jawa, saya juga nolputhul.
    Lah upaya nguri-uri via blog https://wijikinanthi.wordpress.com/ juga tersendat, senang kalau ada yang berkenan menjadi penulis tamu hehe..

    Suka

  8. Salam kenal kembali.
    Menyedihkan bila Bahasa Jawa tidak senantiasa dipelihara bukan oleh orang Jawa saja. Jangan malu menggunakan bahasa daerahnya masing-masing ataupun logat yang kebawa-bawa saat berbahasa Indonesia. Yang penting berbahasa yang baik dan sopan walaupun tidak sama persis dengan EYD sudah cukup bagus.
    Kebetulan saya juga pernah di Jawa dan paham sedikit bahasa Jawa dan lumayan buat nyambangi bila diperlukan saat bersosialisasi namun cocoknya di kalangan anak muda mungkin.
    Terima kasih.

    Suka

  9. Saya sendiri kelahiran padang/bukit tinggi, tapi cuma sedikit sekali bisa bicara bahasa minang. Soalnya besar di kota Jambi. Memang kalau tidak melestarikan bahasa daerah sendiri, terus siapa lagi yang mau menjaga dan merawat bahasa daerah.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.