Re Post : Berlindung dari Hutang

“Kalau tidak punya hutang, hidup tidak semangat”. Pernah dengar slogan hidup yang seperti itu. Saya pernah mendengar slogan seperti itu, didengungkan oleh orang yang katanya ingin maju dalam berbisnis, padahal orang yang berhutang punya kewajiban mengembalikan uang yang dihutang. Dalam proses pengembalian uang hutang yang kadang terasa memberatkan inilah sebagai penyemangat bekerja untuk mencari uang, sebagai target yang harus bisa terpenuhi.

Menerima uang hutang memang terasa nikmat, karena kita menerima uang tanpa harus bekerja. Ada orang yang menjajakan teman-temannya sebagai tanda syukur karena uang hutangnya sudah turun. Ada yang rumahnya langsung berubah total seakan istana keraton, mobilnya menjadi mewah dan baru, tanah sawahnya luas membentang, semua itu karena hutang. Alangkah nikmatnya ya… ya… nikmat di depan, nikmat ketika uang itu baru kita terima. Tapi ketika kita menuju kepada kewajiban, adakah nikmat itu akan hadir lagi.  Kewajiban orang berhutang adalah mengembalikan uang yang telah di hutang sesuai perjanjian awal ketika akan berhutang. Ketika jatuh tempo merupakan waktu yang paling dihindari. Pusing kepala rasanya ketika uang setoran belum ada, belum lagi bila debt collector yang tak kenal ampun datang menagih hutang kita. Nah… kalau sudah begini hutang itu nikmat atau bencana ya…

Apalagi bila hutang sudah berhubungan dengan hal yang ribawi, harta hutang akan terasa tidak berkah. Bisa saja orang akan melihat kita yang berhutang sebagai orang kaya raya, sukses, punya harta banyak. Tapi bila dirunut maka akan sangat mengejutkan bila ternyata jumlah keuangan yang dimiliki derfisitnya luar biasa banyak. Bagaimana tidak defisit bila semua yang dimiliki sesungguhnya adalah harta hutang. Rumah, mobil, sepeda motor, handphone, televisi dan semua yang ada dirumah adalah hasil dari uang kredit.

Belum lagi di masyarakat sering terjadi hal yang kurang baik akibat praktik hutang ini. Seperti sulitnya menagih uang hutang, padahal menagihnya sudah sesuai perjanjian. Orang yang mau berhutang itu datangnya begitu manis dan sopan, giliran ditagih kadang sulitnya minta ampun, padahal kita meminta uang kita sendiri. Malu rasanya bila sampai bertengkar karena menagih hutang karena seakan-akan di mata tetangga kita terlihat jahat dengan meminta uang paksa, atau menyita apa yang dia punya.

Di bawah ini saya coba copy paste tulisan Ustadz Abu Bakar M. Altway, di situs http://www.alsofwah.or.id , mengenai fikih hutang agar kita berhati-hati sebelum melangkah jauh untuk berhutang dalam jumlah besar. Juga agar kita tidak mudah berhutang atau berhutang dengan niat tidak mengembalikan. Simak saja ulasannya walau panjang tapi sangat bermanfaat.

Dalam kehidupan di dunia manusia membutuhkan orang lain. Risalah Islam, mengatur hubungan antar sesama manusia sedemikian rupa, agar tumbuh kepedulian dan tidak saling menzalimi satu sama lain. Di antara hubungan tersebut adalah urusan utang piutang. Seperti penjelasan berikut:

1. Hukum Memberikan Pinjaman
Hukum memberikan pinjaman adalah sunnah apabila peminjam dalam kondisi sangat membutuhkan. Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ

“Barangsiapa yang melepaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan melepaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat.”

(HR. Muslim)

Namun hukumnya dapat berubah menjadi haram, apabila pemberi pinjaman mengetahui atau mempunyai dugaan kuat bahwa peminjam akan menggunakannya untuk suatu maksiat atau sesuatu yang diharamkan.

2. Hukum Meminjam
Adapun hukum meminjam adalah dibolehkan (mubah), namun dengan dua syarat:

  • Peminjam mengetahui bahwa dirinya sanggup untuk membayar, misalnya ada sesuatu yang diharapkan dapat digunakan untuk membayar.
  • Adanya kesungguhan untuk membayar pinjaman tersebut.

Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka haram baginya meminjam. Rasulullah mengancam orang-orang yang mengutang dengan niat tidak membayar, beliau bersabda,

“Barangsiapa mengambil harta orang lain (utang) dan berniat melunasinya, niscaya Allah akan melunasi utang itu. Dan barangsiapa mengambil harta orang lain (utang) dan berniat menghilangkannya (tidak melunasi), niscaya Allah akan membinasakannya”

(HR. al-Bukhari)

3. Keutamaan Memberi Pinjaman
Secara umum membantu orang yang sedang dalam kesulitan sangatlah dianjurkan di dalam Islam. Banyak hadits yang secara khusus menganjurkan hal tersebut dan menyebutkan keutamaannya yang sangat besar. Di antaranya adalah,

“Tidaklah seorang muslim memberikan pinjaman kepada muslim lainnya sebanyak dua kali kecuali akan bernilai seperti sedekah sekali.”

(HR. Ibnu Majah)

Juga hadits lain Rasulullah bersabda,

“Seorang lelaki masuk ke dalam Surga, kemudian ia melihat di atas pintu Surga tertulis: “Sedekah dibalas sepuluh kali lipat, sedangkan memberikan pinjaman dibalas delapan belas kali lipat”

(HR. ath-Thabrani & al-Baihaqi)

Abdullah Ibnu Mas’ud berkata, “Sungguh, memberi utang dua kali lebih aku sukai daripada memberi sedekah sekali.”

4. Utang Adalah Kebiasaan Buruk Yang Sangat Berbahaya Bagi Pelakunya
Meskipun berutang adalah hal yang dibolehkan di dalam Syariat Islam, namun selayaknya seseorang tidak gampang mengambil utang dari saudaranya, kecuali bila benar-benar dalam keadaan sangat terdesak, karena utang merupakan sesuatu yang dapat membawa dampak buruk bagi pelakunya. Di antara doa yang sering Rasulullah panjatkan di dalam shalatnya adalah,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan utang”.

Seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah, alangkah seringnya engkau berlindung dari perbuatan utang?’ Maka Rasulullah bersabda,

“Sesungguhnya apabila seseorang berutang maka dia akan berbicara lalu berdusta, kemudian berjanji lalu tidak menepatinya”

(HR. al-Bukhari)

Dan inilah realita yang terjadi di tengah masyarakat, sebagian besar orang yang berutang selalu menunda-nunda kewajibannya dengan cara berdusta dan berjanji namun tidak ditepati. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang memang tidak mempunyai keinginan untuk melunasinya.

5. Ancaman Bagi Orang Yang Menunda dan Enggan Membayar Utang

  • Orang yang mampu membayar utang namun menunda-nundanya disebut sebagai pelaku kezaliman. Rasulullah bersabda, “Perbuatan orang kaya yang menunda-nunda pembayaran utangnya adalah suatu kezhaliman” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
  • Orang yang sengaja menolak melunasi utang kelak berjumpa dengan Allah sebagai pencuri. Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang berutang dengan niat tidak akan melunasinya, niscaya dia akan bertemu Allah (pada hari Kiamat) dalam keadaan sebagai pencuri” (HR. Ibnu Majah dengan sanad Shahih).
  • Jiwa orang yang berutang dan belum melunasinya tertahan. Rasulullah bersabda,“Jiwa seorang mukmin tertahan oleh utangnya hingga utang tersebut terlunasi” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad shahih).
  • Rasulullah enggan menshalatkan Jenazah orang yang mempunyai utang hingga utangnya dilunasi atau adanya seseorang yang menjamin untuk melunasinya. Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, ‘Rasulullah biasanya menolak menshalatkan seseorang yang wafat dalam keadaan masih memiliki utang. Suatu ketika dihadirkan ke hadapan beliau mayat seseorang, lalu beliau bertanya, ‘Apakah dia mempunyai utang?’ Para sahabat menjawab, ‘Ya, dua dinar.’ Beliau bersabda, ‘(Kalau begitu) shalatkanlah saudara kalian ini.’ Maka Abu Qatadah berkata, ‘Wahai Rasulullah, biarlah aku yang menanggung dua dinar itu.’ Maka beliau pun menshalatkannya” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasa’i, dengan sanad shahih).
  • Dosa menanggung (tidak membayar) utang tidak akan diampuni sekalipun pelakunya mati syahid. Rasulullah bersabda,“Seluruh dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim). Sungguh sangat memprihatinkan sikap sebagian orang yang menganggap remeh kewajiban untuk menunaikan hak orang lain, khususnya dalam masalah utang piutang. Padahal begitu besar ancaman bagi orang yang menyepelekan masalah ini. Karena itu hendaknya orang yang berutang berupaya keras untuk melunasi utangnya dan segera menyelesaikan kewajibannya begitu ada kemampuan untuk itu. Barangsiapa memiliki kesungguhan untuk melunasi utangnya niscaya Allah akan membantunya. Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang hamba mempunyai niat untuk melunasi utangnya kecuali ia akan mendapatkan pertolongan dari Allah” (HR. al-Hakim dengan sanad Shahih)
  •  Amal kebaikan orang yang mempunyai utang akan digunakan untuk melunasi utangnya kelak di akherat. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mati dalam keadaan menanggung utang satu Dinar atau satu Dirham, maka akan dilunasi dari kebaikannya, karena di sana tidak ada lagi Dinar maupun Dirham.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad Shahih).

6. Anjuran Bagi Orang Yang Memberikan Pinjaman
Meskipun orang yang memberikan pinjaman berhak untuk menagih harta yang dipinjamkannya, namun terdapat ketentuan-ketentuan syari’at yang harus diperhatikan. Di antaranya adalah:

  • Memberikan tenggat waktu kepada peminjam yang belum mampu untuk melunasi pinjamannya. Allah berfirman, artinya, “Dan apabila (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka tangguhkanlah hingga dia mendapatkan kemudahan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” .(QS. al-Baqarah: 280)
  • Menagih dengan sopan,“Barangsiapa menagih haknya hendaknya ia menagihnya dengan cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya maupun gagal.” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad Shahih)
  • Menghapuskan utang, baik keseluruhannya maupun sebagiannya bagi peminjam yang diketahui tidak mampu untuk melunasi utangnya. Firman Allah, artinya, “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 280)

Demikian tulisan beliau, semoga bermanfaat.

21 respons untuk ‘Re Post : Berlindung dari Hutang

  1. Kang kalau kita sungkan menagih utang, kemudian membiarkan sampai dia ingat sendiri atau kemudian merelakan apakah ini dibenarkan Kang ?

    Suka

  2. idanursilawati berkata:

    Kalau yang punya hutang malah jadi kucing kucingan dan menghindar padahal kita tak bermaksud menagih gimana kang?
    Sampai hampir 3 bulan ini gak komunikasi, soalnya setiap saya main ke rumahnya kalimat pertamanya saat melihat saya “duh, maaf belum bisa bayar”.
    Begitu juga kalau saya sms atau telpon.
    Jadinya saya sungkan menghibungi lagi karena takut dianggap nagih.
    Itu gimana kang?

    Suka

    • Memang seperti itulah efek hutang, mukanya jadi tak tahu kemana akan menaruhnya. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: “Menjauhi untuk berhutang meskipun seorang fakir membutuhkannya, karena hutang adalah medatangkan kehinaan di siang hari, yang mana seorang yang berhutang terpaksa terjadi pada kondisi-kondisi kehinaan di depan orang yang menghutangi dan di hadapan seorang yang tidak mempunyai hubungan dengannya, (dan hutang adalah) kesengasaraan di malam hari , karena seorang yang berhutang sedirian dan ia mengingat hak-hak manusia yang ia tanggung.” Kalau bu ida menghadapi hal seperti itu malah biarkan saja, tetap berlaku biasa, kalau dia mengartikan lain malah yang benar seperti itu. Yang tidak wajar itu bila seorang berhutang tetapi ketika bertemu tapi tidak ada perasaan seperti punya hutang itu yang patut dipermasalahkan.

      Suka

  3. Ketika ingin minjam duit si penghutang merayu dg kisah2 derita. Akhirnya meleleh kasihan. Dulu ingat sekali mama sering ngutangin org yg butuh modal usaha. Hutang tanpa imbalan apapun, niat cuma mau membantu. Tapi? Tapi ketika usahanya jaya malah ga dibayar hutangnya. Ditagih malah marah2. Kebanyakan sih begitu.. Akhirnya usahanya ga berkah. Jalan beberapa bulan jaya jg pada akhirnya macet.. 😬

    Suka

    • Kisah seperti ini sering terjadi di masyarakat. Biasanya hal ini tidak ada iktikad sama sekali untuk mengembalikan hutang, bisa dilihat dari tidak ada upaya mengangsur walaupun sedikit

      Suka

  4. Kalau berhutang sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan membayar yang dimiliki seseorang ya, serta harus dilihat juga apakah barang yang dihutang itu urgent atau tidak.. kalau engga urgent banget mah lebih baik tidak usah berhutang ya biar hidup lebih tenang hahaha

    Disukai oleh 1 orang

  5. Hmmm ….pengalaman ada beberapa orang berutang dan tdk mengembalikan serta akhirnya malah putus silaturahim seperti pengalaman mb Ida, ,akhirnya kalau ada orang berutang saya tak lagi memberikan dan saya hanya bantu memberi seikhlasnya

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.