Kisah Cinta Mbah Sudarso dan Mbah Sumiyati Tidak Sama dengan Kisah Cinta Romeo dan Juliet

Musim haji tahun 2017 sudah berakhir. Banyak kisah menghiasi proses ibadah tahunan yang hanya terjadi di tanah Saudi Arabia. Banyak yang mengimpikan bisa meninggal di sana, sehingga bila ada jamaah haji sakit dilarang berhaji karena beresiko meninggal di sana, maka jawaban mereka adalah tidak apa-apa meninggal di sana karena justru itu yang dicita-citakan. Mbah Darso dan Mbah Sumi merupakan dua orang yang cita-citanya tercapai, sepasang suami istri yang meninggal di tanah suci ketika prosesi haji sedang berlangsung. Cinta sehidup semati.

Mbah Sudarso dan Mbah Sumiyati merupakan jamaah haji asal Sukoharjo, Embarkasi SOC Kloter 36. Pasangan suami istri ini tinggal di desa Gonilan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, kebetulan rumahnya dekat dengan tempat saya tinggal. Secara usia, mereka termasuk jamaah haji risti ( Resiko Tinggi ). Mbah Darso berusia 82 tahun, sedangkan Mbah Sumi berusia 72 tahun. Sejak dari tanah air kondisi Mbah Sumi sebetulnya sudah sakit, sedangkan Mbah Darso cukup sehat. Kursi roda menjadi alat bantu jalan bagi Mbah Sumi dengan Mbah Darso sendiri sebagai pendorongnya. Pada waktu tertentu ada petugas haji yang menggantikan Mbah Darso mendorong kursi roda Mbah Sumi.

Ketika sakit di tanah suci, Mbah Darso dengan sabar merawat Mbah Sumi, dari mengganti pakaian, menyibin, menyuapi makan dan kebutuhan yang lainnya. Qodarullah, Mbah Sumi meninggal dunia mendahului Mbah Darso, pada hari Ahad, 3-9-2017 siang waktu Arab Saudi. Sedangkan Mbah Darso yang sebetulnya terlihat sehat, akhirnya juga menghembuskan nafasnya yang terakhir sehari setelahnya, pada hari Senin, 4-9-2017 sekitar pukul 04.45 waktu Arab Saudi. Keduanya kini telah dimakamkan di pemakaman umum di Mekah Al Mukaromah. Semoga mereka berdua meraih Khusnul Khatimah, sebuah akhir yang baik yang akan mengantarkan ke dalam Jannahnya Allah Subhanahu Wata’ala.

Pemberitaan tentang mereka berdua sempat viral di internet, media masa, maupun medsos. Cinta sehidup semati, banyak yang mengatakan demikian. Saya setuju dengan gelar ini tapi ada gelar lain yang sama sekali tidak pas untuk mereka. Ada tambahan Romeo dan Juliet sebagai persamaan kisah cinta sehidup semati mereka.

Banyak orang yang menyebut Romeo dan Juliet sebagai simbol cinta sehidup semati. Agaknya hal ini terlalu berlebihan, apalagi bila itu disandingkan dengan kisah cinta sehidup semati Mbah Darso dan Mbah Sumi. Dilihat dari berbagai sudut Romeo Juliet sangat bertentangan dengan Darso Sumi. Sudut yang pertama adalah kisah Romeo Juliet diangkat dari kisah fiksi, kisah yang tidak pernah terjadi alias kisah bohong. Romeo Juliet hanya rekaan manusia. Sedangkan Darso Sumi merupakan kisah non fiksi, sebuah kisah nyata yang bukan rekaan manusia. Kisah hidup mereka tentunya sangat panjang dilihat dari usia yang demikian lanjut.

Sudut pandang kedua adalah dilihat dari sisi status pernikahan. Cinta Romeo dan Juliet tidak diikat dengan ikatan pernikahan. Pernikahan merupakan syarat mutlak untuk pembuktian sebuah cinta sejati dan sehidup semati. Saya ragu jika Romeo Juliet menikah akan bisa langgeng sampai mati. Sedangkan Darso Sumi merupakan pasangan suami istri, hubungan cinta mereka diikat dengan tali pernikahan dengan durasi yang cukup lama. Pernikahan mereka langgeng sampai maut yang bisa memisahkannya.

Sudut pandang ketiga adalah dilihat dari cara meninggalnya. Romeo Juliet meninggal dengan cara bunuh diri. Orang yang melakukan bunuh diri berarti menanggung dosa besar. Allah mengharamkan bunuh diri, seperti yang tertulis di firmannya dalam kitab Al Qur’an

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

(QS. An Nisa’: 29).

Sudah jelas bunuh diri merupakan hal yang terlarang, tetapi Romeo Juliet menempuh jalan itu. Sungguh sebuah jalan mati yang tidak akan bisa disebut jalan cinta sehidup semati. Kalaupun sehidup semati, bisa dibilang sehidup semati di jalan yang salah. Sadangkan kisah cinta Darso Sumi diakhiri dengan kematian yang indah di saat beribadah kepada Allah subhanahu wa taala, yaitu ketika menunaikan ibadah haji. Sungguh cara mati yang berlawanan, sama-sama sehidup semati tetapi tetap berbeda dalam nilainya.

Cukup tiga sudut pandang di atas, sudah mewakili sebagian besar perbedaan cinta sehidup semati mereka.Semoga kisah cinta sejati dan cinta sehidup semati Mbah Darso dan Mbah Sumi benar benar mendapatkan khusnul khatimah, dan mereka dikumpulkan oleh Allah di dalam jannah-Nya, bersama para Syuhada, Nabi dan Rasul Allah dan segenap kaum mukminin. Aamiin……

Gambar pinjam dari www.jendeladakwah.com

12 respons untuk ‘Kisah Cinta Mbah Sudarso dan Mbah Sumiyati Tidak Sama dengan Kisah Cinta Romeo dan Juliet

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.